Senin, 31 Oktober 2011

Bundo Kanduang Minangkabau

Bundo Kanduang (Ind.: Bunda Kandung) adalah julukan yang diberikan kepada wanita yang memimpin Minangkabau baik sebagai ratu atau raja perempuan maupun selaku ibu dari raja (ibu suri).
Secara kodrati perempuan dan laki-laki disisi adat Minangkabau tidak dapat disamakan. Sebab bila kodrati perempuan dan laki-laki disamakan bertentangan dengan ajaran "Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah" (ABS,SBK). Namun kedudukan dan peran perempuan dapat diberdayakan seoptimal mungkin.

Secara harfiah Bundo Kanduang berarti ibu sejati atau ibu kanduang tapi secara makna Bundo Kanduang adalah pemimpin wanita di Minangkabau, yang menggambarkan sosok seorang perempuan bijaksana yang membuat adat Minangkabau lestari semenjak zaman sejarah Minanga Tamwan hingga zaman adat Minangkabau. Gelar ini diwariskan secara turun-menurun di Minangkabau dan dipilih pada lembaga Bundo Kanduang Sumatera Barat. Istri seorang Datuk kadang-kadang juga disebut sebagai Bundo Kanduang untuk level klan / suku.
Dalam adat Minang, kedudukan dan peranan perempuan itu sangat besar dan sangat diharapkan keberadaannya. Adat Minangkabau sejak dulu mendudukkan perempuan pada sisi yang besar. Peranan perempuan terlihat pada asas Sistem Kekerabatan Matrilinial (SKM) di Minangkabau. Nenek moyang orang Minang sudah bertetapan hati menghitung garis keterunannya berdasarkan garis keturunan ibu. SKM itu sulit dibantah karena SKM ini merupakan dalil yang sudah hidup, tumbuh dan berkembang di Minangkabau. Asas SKM itu mengandung tujuh ciri kekerabatan menurut ajaran adat Minangkabau, dimana ciri ciri matrilineal di Minangkabau adalah : 
1. Garis keturunan dihitung menurut garis keturunan ibu.
2. Suku anak menurut suku ibu Basuku kabakeh ibu Babangso kabakeh ayah Jauah mancari suku Dakek mancari ibu Tabang basitumpu Hinggok mancakam.
3. Pusako tinggi turun dari mamak ka kamanakan, pusako randah turun dari bapak kapado anak. Dalam hal ini terjadi "ganggam bauntuak" hak kuaso pada perempuan hak mamaliharo kapado laki laki. Dan hak menikmati secara bersama sepakat kaum, ayianyo nan buliah diminum, buah nan buliah dimakan, nan batang tatap tingga, kabau pai kakbuangan tingga, luluak dibawok sado nan lakek di badan. 
4. Gelar pusaka tinggi turun dari mamak kepada kemenakan laki laki. 
5. Matrilokal (suami kerumah istri).
6. Exogami (kawin diluar suku.
7. Sehina semalu, seraso separesao.


Sebagian pendapat menyatakan bahwa gelar ini pertama kali diberikan kepada Dara Jingga, seorang putri dari raja Tribuanaraja Mauliawarmadewa yang dinikahi oleh seorang bangsawan Kerajaan Singasari pada waktu ekspedisi Pamalayu tapi pendapat ini tidak mempunyai bukti yang kuat.
Di Lunang, Pesisir Selatan Sumatera Barat sekarang, keturunan Bundo Kanduang dipanggil sebagai Mande Rubiah yang sudah merupakan turunan ke-7.

Kemudian bila ditinjau dari terminology istilah yang dipakai dalam menyebutkan lawan jenis laki laki ini cukup bervariasi. Ada yang menyebut wanita, perempuan, Bundo kanduang. Wanita menurut bahasa sangskerta berasal dari kata wanit yang artinya merangsang birahi nafsu, Sedangkan perempuan berasal dari kata empu yang artinya ratu rumah tangga. Padusi berasal dari bahasa Majusi yaitu Padu + si, yang artinya padu = tempa, si = disini. Berarti tempa disini.Cerita ini terkait dengan kisah Adam dan Hawa. Bundo kanduang, berasal dari kata bundo yang artinya ibu, sedang kata kanduang artinya adalah sejati. Berarti ibu sejati. Tuo bundo kanduang itu dalam nagari adalah ibu kandung penghulu dalam suku dinagari. Ibu atau perempuan yang lain adalah anggota bundo kanduang di nagari. Jadi bundo kanduang itu harus dipandang sebagai limbago ada di nagari, tetapi tidak terpisah dari Kerapatan Adat Nagari. Wanita selain orang minang boleh menjadi bundo kanduang asalkan ia tahu sistem kedudukan, fungsi ibu sejati itu di Minangkabau. Ada juga ahli adat menyebutkan bundo kanduang berasal dari kata bundo ka anduang, bundo berarti seorang ibu yang sayang kepada anak keturunannya, sedangkan anduang adalah seorang ibu yang sayang kepada anak, cucu serta cicitnya.
Ditinjau dari segi kedudukan dan peranan perempuan, maka ada tujuh kesukaan yang harus diaktualkan dalam diri perempuan yaitu :
1. Suka memelihara diri
2. Suka memelihara anak dan keluarga
3. Suka menjaga martabat kaum dan sukunya
4. Suka memelihara harta benda dan pusakanya
5. Suka memajukan dan melanjutkan kehidupan dan ekonominya
6. Suka menyumarakkan Nagari dan Alam Minangkabau
7. Suka menjalankan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, bersama kaum adam dan bahu membahu.

Penampilan perempuan itu menurut ajaran adat Minangkabau tercermin dalam perlambangan "Alam takambang manjadi guru". Bundo kanduang termasuk orang berjinih dalam nagari Minangkabau. Bundo kanduang mempunyai fungsi dan peranannya dalam hidup ini, kecuali nabi Adam tidak ada yang tidak keluar dari kandungan seorang ibu. Oleh karena itu kaum ibu termasuk warga masyarakat yang sangat besar fungsi dan peranannya dalam hidup ini. Bundo kanduanglah di Minangkabau yang dilambangkan dengan mulia dan amat filosofi. Karakteristik bundo kanduang itu dilambangkan seperti alam yang indah dan cantik sekali yaitu : 

Rambuik mayang taurai talingo jarek tahanan Mato co bintang pipih pauah dilayang Bibia limau sauleh daguak tabah tagantuang Gigi umbuik babalah Lihia bak anyia mahilia Tangan bak anak pisang Kaki bak batang padi Jalan si ganjua lalai Pado maju suruik nan labiah Samuik tainjak indak mati alua tataruang patah tigo. Semua makna bahasa perlambang itu mencerminkan lingkungan hidup yang asri, sejuk dan nyaman. 

Sedang peranan bundo kanduang adalah : 
1. limpapeh rumah nan gadang 
2. Umbun puruak pagangan kunci 
3. Pusek jalo kumpulan kunci 
4. Sumarak dalam nagari hiasan dalam kampuang 
5. Nan gadang Basa batuah 
6. Kaunduang unduang ka madinah, kapayuang panji ka sarugo. 
Dan banyak lagi aspek yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab Bundo kanduang yang tidak mungkin disebutkan semua pada kesempatan ini.
Dalam kaba Cindua Mato, Bundo Kanduang adalah seorang ratu yang memerintah di Kerajaan Pagaruyung, mempunyai seorang putra bernama Sutan Rumandung bergelar Dang Tuanku. Ia mempunyai seorang adik laki-laki bergelar Rajo Mudo yang memerintah di daerah rantau timur Minangkabau. Dan ia mempunyai seorang keponakan (anak dari adik perempuannya bernama Cindua Mato).
Ia naik tahta menjadi raja sepeninggal ayahnya sementara itu saudara laki-lakinya bukanlah figur yang cocok untuk menjadi raja. Diduga ia memerintah di saat terjadinya kevakuman di Pagaruyung (periode sekitar abad 15 - 16). Akibat serangan dari kerajaan di Timur, ia sekeluarga menyingkir ke arah barat daya Pagaruyung yaitu ke Inderapura atau Lunang.

Organisasi Bundo Kanduang Sumatera Barat :

Mubes ke-9 LKAAM dan ke-7 Bundo Kanduang Sumatera Barat pada bulan Juni 2010 telah menetapkan Puti Reno Raudhah Thaib sebagai Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat yang ke-7, menggantikan Nur Ainas Abidzar.
Dalam pidatonya, Puti Reno mengatakan, peran bundo kanduang ke depan harus lebih ditingkatkan lagi dalm hal pembinaan nilai-nilai budaya dan adat Minang Kabau pada anak kemenakan.


Sumber : Surek kaba anak nagari Sungai Pua "Apa Basi". Disadur oleh : Dewis Natra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar